Selasa, 01 Juni 2010





Takjub adalah kalimat pertama yang terlintas, ketika tiba di lokasi air terjun Sipiso-piso, sungguh indah. Bayangkan, sebuah air terjun yang mengalir deras, terdapat dataran yang subur ditanami tumbuh-tumbuhan dan deretan pegunungan di atasnya.

Saat memandang ke kiri air terjun, kita akan menemukan panorama Danau Toba yang menawan. Air danau yang tenang, yang sangat kontras dengan kucuran deras air terjun.

Air terjun Sipiso-piso merupakan kawasan wisata yang terletak tidak jauh dari pemukiman masyarakat Desa Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Air terjun ini berada di ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan laut (dpl) dan memiliki ketinggian sekitar 360 kaki.

Tujuh Keajaiban, Empat Batu dan Tiga Air

Jika mau berkunjung ke Kabupaten Samosir di kawasan Danau Toba yang dikenal sebagai daerah tujuan wisata, banyak objek wisata yang layak untuk dinikmati baik panorama alam, situs budaya dan legenda.
Dari jalan lintas Sidikalang-Doloksanggul, dengan mobil atau roda dua kita masuk belok kiri di kawasan Tele menyelusuri jalan menurun dan tikungan dan setelah kurang lebih dua kilometer, nun jauh dihadapan kita menjulang tinggi sebuah gunung Pusuk Buhit (2.985 m dpl) dan di arah kanan bawah terlihat Danau Toba yang diatasnya terbentang Pulau Samosir.
Untuk dapat memandang dengan jelas kita lanjutkan perjalanan hingga sampai di Menara Pandang Tele untuk istirahat sejenak sambil minum the atau kopi untuk menghangatkan badan karena udara dingin di seputar kawasan Tele (Sumatera). Menaiki anak tangga ke puncak Menara Pandang Tele yang terletak di pinggir jalan, bagi sementara orang merasa takut, karena bangunan ini memang khusus didirikan Pemerintah Daerah sebagai salah satu sarana/prasarana bagi penikmat pariwisata.
Dari puncak menara pandang terlihat jelas Pulau Samosir dan Danau Toba, kawasan Pusuk Buhit dan serta jalan lintasan yang menempel bertingkat diatas bukit menuju lembah Limbong yang memiliki objek wisata dan situs Batak, sementara di bagian sebelah kanan akan terlihat desa atau kampung di Kecamatan Harian serta air terjun Efrata yang jatuh memutih di kawasan Desa Sosordolok juga telah menjadi objek wisata yang ramai dikunjungi wisatawan.
Melanjutkan perjalanan menyusuri jalan berliku dan menurun, kita tidak perlu kuatir namun harus tetap hati-hati karena jalan tersebut telah diperlebar degan aspal hotmix pada tahun 2008 yang lalu oleh Pemerintah Daerah Kab.Samosir. Jarak dari simpang Tele hingga ke Pangururan ibukota Kab.Samosir di pulau Samosir sejauh 22 km, kini dapat ditempuh 30 menit. Kurang lebih 7 kilometer dari menara pandang, kita akan belok kiri dan masuk ke desa Limbong, disanalah tempatnya Aek Sipitu Dai (air tujuh rasa) mengalir dari Pusuk Buhit.
Menurut para tetua orang Batak dan petugas Dinas Pariwisata di komplek ini, bahwa Aek Sipitu Dai ini memiliki sejarah yang berhubungan dengan dengan nenekmoyang si Raja Batak yang tinggal di Sianjurmula-mula Kabupaten Samosir. Kawasan ini banyak didiami oleh turunan Si Raja Batak dari anaknya yang pertama Guru Tatea Bulan dengan marga-marga Limbong, Sagala dan sebagainya, sehingga Aek Sipitudai ini dianggap sebagai milik keturunan Guru Tatea Bulan.
Disebut Aek Sipitu Dai, karena memang air yang keluar dari dalam tanah dari 7 sumber air dengan rasa yang berbeda-beda dan masing-masing air memiliki nama/sebutan tersendiri yakni Aek ni Posoposo (Air Bayi ), Aek ni na hol (Air Mandul),Aek Boru na gabe (Air Wanita Subur),Aek Sibaso (Dukun Beranak), Aek Pangulu (Air untuk Raja), Aek Si Doli (Air untuk Anak Muda), Aek Hela/Boru (Air Menantu).
Keluarnya air ini atas doa dan permintaan Langgat Limbong (turunan Limbong Mulana anak ketiga Guru Tatea Bulan) kepada Mulajadi Nabolon, karena dia merasa haus dalam perjalanan menuju Timur, dia menancapkan tongkatnya lalu air keluar dengan tujuh rasa. Menurut cerita, Mulajadi Nabolon berpesan kepada Langgat Limbong bahwa air tujuh rasa ini dapat memuaskan dahaga, menjadi obat dan membawa rezeki-jodoh.
Kini,Aek Sipitudai ramai dikunjungi oleh para putra Batak dari perantauan dan wisatawan, mereka terkadang mandi, cuci muka dan minum air seraya berdoa meminta rezeki dengan menyediakan sekapur sirih (Batak: demban), bahkan ada yang membawa pulang air tersebut untuk dijadikan obat.
Masyarakat wisatawan memohon kepada masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah, kiranya dapat melestarikan Aek Sipitudai sebagai salah satu peninggalan sejarah dan dijadikan objek wisata. Untuk itu janganlah kiranya masyarakat/penduduk setempat menggunakannya sebagai tempat MCK, sebaiknya dibangun di tempat lain MCK untuk kebutuhan mandi, cuci, sementara Aek Sipitudai menjadi kawasan khusus, yang kebersihan, kenyamanan dan keindahannya tetap terpelihara.
Habis mandi atau minum aek Sipitu Dai, masih ada objek wisata lain yang cukup unik dikawasan ini misalnya Batu Hobon (batu tempat penyimpanan harta pusaka orang Batak), patung Guru Tatea Bulan, Batu Sawan (di pinggang Pusuk Buhit) tempat mandi nenek moyang orang Batak, dan perkampungan Si Raja Batak di Sagala, dan jika ingin mandi air panas kita lanjutkan perjalanan menuju kota Pangururan, di kaki Pusuk Buhit di tepian Danau Toba tersedia pemandian air panas di kawasan Aek Rangat.





Sejarah Suku Batak

Orang Batak selalu dikenal dengan marganya. Marga ini merupakan simbol bagi keluarga Batak. Karena marga diperoleh dari garis keturunan ayah, yang akan terus-menerus diturunkan kepada penerusnya.

Asal – Usul Marga

Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea mempunyai istri bernama Si Boru Baso Burning dan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri.

  • Putra :
  1. Si Raja Biak-Biak.
  2. Tuan SaribuRaja.
  3. Limbong Mulana.
  4. Sagala Raja.
  5. Malau Raja.
  • Putri :
  1. Si Boru Pareme, kawin dengan Tuan SaribuRaja.
  2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan SorimangaRaja, putra Raja Isumbaon.
  3. Si Boru Biding Laut, juga kawin dengan Tuan SorimangaRaja.
  4. Si Boru Nan Tinjo, tidak kawin.

Sementara itu Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yaitu, Tuan SorimangaRaja, Si Raja Asiasi, dan Sangkar Somalindang.

1. SaribuRaja dan Marga-marga Keturunannya

SaribuRaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marpohas (anak kembar berlainan jenis).

Mula-mula SaribuRaja kawin dengan Nai Margiring Laut, dan melahirkan seorang putra yang bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Si Boru Pareme menggoda abangnya SaribuRaja, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Karena saudara-saudara yang lainnya tidak suka, maka SaribuRaja pergi mengembara ke hutan dengan meninggalkan Si Boru Pareme dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme akan melahirkan, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara. Di sana dia bertemu dengan SaribuRaja yang sudah mempunyai “istri” seekor harimau betina.

Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang bernama Si Raja Lontung. Dari istrinya sang harimau, SaribuRaja memperoleh putra yang bernama Si Raja Babiat. di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BayoAngin.

A. Si Raja Lontung

Putra pertama dari Tuan SaribuRaja ini mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :

  • Putra :
  1. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
  2. Sinaga Raja, keturunannya bermarga Sinaga.
  3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
  4. Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
  5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
  6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
  7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.
  • Putri :
  1. Si Boru AnakPandan, kawin dengan Toga Sihombing.
  2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.

Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, SuhutNihuta, SiringoRingo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.

Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang Simankorang, Simandalahi, Barutu.

Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang Samosir, Gultom, PakPahan, Sidari, Sitinjak, Harianja.

Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Bautbara, Lumabn Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.

Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang Togatorop (SiTogatorop), Sianturi, Siburian.

Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, RajaGukguk. Simaremare.

Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

B. Si Raja Borbor

Putra kedua dari Tuan SaribuRaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut marga BORBOR.

Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :

1. Datu Dalu (Sahangmaima).

2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.

3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap.

4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.

5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.

6. Simargolang, keturunannya bermarga Simargolang.

Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :

a. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.

b. Tinendang, Tangkar.

c. Matondang.

d. Saruksuk.

e. Tarihoran.

f. Parapat.

g. RANGKUTI.

Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT.

2. LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya

Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG. Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.

3. SAGALA RAJA

Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.

4. LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya

LAU RAJA adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :

a. Pase Raja, keturunannya bermarga Pase

b. Ambarita, keturunannya bermarga Ambarita.

c. Gurning, keturunannya bermarga Gurning.

d. Lambe RajaA, keturunannya bermarga Lambe.

Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.

Tuan SorimangaRaja dan Marga-marga Keturunannya

Tuan SorimangaRaja adalah putra pertama dari Raja Isumbaon. Dari ketiga putra Raja Isumbaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :

a. Si Boru Anting Malela (NAI RASAON), putri dari Guru Tatea Bulan.

b. Si Boru Biding Laut (NAI AMBATON), juga putri dari Guru Tatea Bulan.

c. Si Boru Sanggul Haomasan (NAI SUANON).

Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.

Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Dijae (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.

Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar NAI SUANON.

NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU/OMPU RAJA NABOLON)

Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.

NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :

a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.

b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.

c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.

d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE).

Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung) :

a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.

b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.

c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.

d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.

Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING. SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN.

Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.

Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.

Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :

a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.

b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.

c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.

d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.

e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)

Nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON.

RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR. Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :

a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.

b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG.

Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.

NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA)

Nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA.

TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra.

Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :

a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.

b. SI PAET TUA.

c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.

d. SI RAJA OLOAN.

e. SI RAJA HUTA LIMA.

Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :

a. SI RAJA SUMBA.

b. SI RAJA SOBU.

c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS.

Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunana TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.

Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.

b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.

c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.

d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE.

Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.

b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.

c. PANGARIBUAN, HUTAPEA.

Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SIHALOHO.

b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.

c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.

d. SIDABUTAR.

e. SIDABARIBA, SOLIA.

f. SIDEBANG, BOLIALA.

g. PINTUBATU, SIGIRO.

h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL.

Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.

b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.

c. BANGKARA.

d. SINAMBELA, DAIRI.

e. SIHITE, SILEANG.

f. SIMANULLANG.

Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. MAHA.

b. SAMBO.

c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA.

Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.

b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI.

Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SITOMPUL.

b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS.

Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.

b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.

***

DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)

Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut :

“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;

Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”

artinya :

“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput;

Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”

Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah :

a. MARBUN dengan SIHOTANG.

b. PANJAITAN dengan MANULLANG.

c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.

d. SITORUS dengan HUTAJULU – HUTAHAEAN – ARUAN.

e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.

CATATAN TAMBAHAN

1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.

2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA. Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin.

3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.

4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.

5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh)

6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).

7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN.

8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut “Siregar Utara” sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut “Siregar Selatan”.

9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi).

10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) :

a. BUNUREA disebut juga BANUREA.

b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.

c. BARUTU disebut juga BERUTU.

d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.

e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.

f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.

11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.

12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING.

13. Jangan keliru (bedakan) :
a. SITOHANG dengan SIHOTANG.
b. SIADARI dengan SIDARI.
c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.
d. SARAGI (Batak Toba) dengan SARAGIH (Batak Simalungun).

14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja.

15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.

Batu Hobon tempat harta kekayaan orang Batak dan turun-nya si Raja Batak






Keindahan alam yang ditawarkan Danau Toba dan Pulau Samosir telah lama terdengar ke seantero tanah air hingga mancanegara.Namun tak banyak yang tahu tentang potensi yang dimilikinya. Diantaranya adalah kekayaan budaya yang dapat digali dan bernilai jual lebih jika dikembangkan. Hanya saja kondisinya akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, akibat pengelolaan yang tidak berpihak pada pelestarian.

Salah satu tempat yang yang ternyata menyimpan banyak cerita bersejarah adalah “Pusuk Buhit” puncak tertinggi yang terletak di Desa Limbong-Sagala, Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Samosir, berjarak sekitar 15 km dari Pangururan.

Menurut kepercayaan masyarakat Batak, pada abad XII, Pusuk Buhit dianggap sebagai tempat asal muasal seluruh Suku Batak. Dalam perkembangannya, nenek moyang Suku Batak menyebar ke delapan penjuru mata angin, yakni; Purba, Anggoni, Dangsina, Nariti, Pastia, Mangadia, Utara, Irisanna atau dari Timur higga Timur Laut (baca; hingga seluruh dunia). Berada di kawasan ini, seakan berada di sebuah tempat dan jaman yang berbeda.

Tak jauh dari tempat itu, tepatnya di kaki bukit, terdapat sebuah tempat keramat yang dianggap sakral bagi masyarakat setempat, bernama “Batu Hobon”. Disebut demikian karena bentuknya berupa batu berdiameter satu meter dengan bagian bawah berongga. Diperkirakan batu ini merupakan sebuah lorong yang mungkin saja berbentuk goa. Dulunya di tempat ini kerap diadakan upacara sakral yang masih berlanjut hingga sekarang. Upacara itu diyakini sebagai penghormatan pada roh leluhur sekaligus menerima pewahyuan dari nenek moyang, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”.

Di Batu Hobon ini lah pomparan Ompu Guru Tatea Bulan pada mulanya bermukim. Diriwayatkan, Pusuk Buhit sebagai tempat turunnya Si Raja Batak yang pertama, diutus oleh Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa untuk mengusai tanah Batak.

Disanalah Raja Batak memulai kehidupannya. Dalam silsilahnya, Raja Batak memiliki dua orang anak sebagai pembawa keturunan atau marga dan menjaga martabat keluarga. Kedua putra Raja Batak itu bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon.

Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putra dan lima orang putri. Kelima putranya bernama; Raja Uti (tidak memiliki keturunan), Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja. Dari keturunan mereka lah asal muasal semua marga-marga Batak muncul dan menyebar ke seluruh penjuru.

Konon, Batu Hobon adalah buah tangan Raja Uti untuk menyimpan harta kekayaan orang Batak, berupa benda-benda pusaka dan alat-alat musik. Diyakini pula, di dalam Batu Hobon ini tersimpan Lak-Lak (sejenis kitab) yang berisi ajaran dan nilai-nilai luhur. Berdasarkan pewahyuan yang datang pada keturunannya, diperkirakan pada suatu saat, benda-benda yang tersimpan dalam batu itu akan di keluarkan sendiri oleh Raja Uti –yang menurut kepercayaan setempat tidak pernah mati (baca: moksa)–. Dia akan tetap hidup dalam pribadi-pribadi pilihan yang tentu masih keturunannya.

Di atas Batu Hobon terdapat Sopo Guru Tatea Bulan yang dibangun tahun 1995 oleh Dewan Pengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tatea Bulan. Bangunan ini terdapat di Bukit Sulatti (di bawah Pusuk Buhit), dan di dalam bangunan terdapat sejumlah patung keturunan Raja Batak berikut dengan patung sejumlah kendaraan si Raja Batak dan pengawalnya. Kendaraan itu antara lain naga, gajah, singa, harimau dan kuda. Jejak sejarah di Tanah Batak itu yang sering dilupakan pemerintah.

Selain itu, di desa ini terdapat cagar budaya berupa miniatur Rumah Si Raja Batak. Dahulunya, sebutan Raja Batak ternyata bukan karena posisinya sebagai raja dan memiliki daerah pemerintahan, melainkan lebih pada penghormatan terhadap nenek moyang Suku Batak. Di perkampungan ini, ada bangunan rumah semitradisional Batak, yang merupakan rumah panggung terbuat dari kayu, tanpa paku, dilengkapi tangga, dan atap seng (baca: rumah Batak asli atapnya dari ijuk).

Gondang Saparangguan (Seperangkat Gendang Batak), Pagar (Ramuan penangkal penyakit), hujur sumba baho (tombak bertuah), piso solom Debata (pedang bertuah), pungga Haomasan (Batu Gosok Emas), tintin Sipajadi-jadi (Cincin Ajaib), tawar Sipagabang-abang, Sipagubung-ubung, Sipangolu na Mate, Siparata Naung Busuk (Obat yang mampu menghidupkan yang sudah mati, serta menyegarkan kembali yang telah busuk). Pagar, Hujur Sumba Baho, Piso Solom Debata, Pungga Haomasan, Tintin Sipanjadi-jadi dan Tawar, semua dibungkus dengan buku lak-lak atau buku Pustaha, yaitu Buku Ilmu Pengetahuan tentang kebudayaan Batak, yang di tulis dengan aksara Batak. Peti Batu tempat penyimpanan harta pusaka inilah yang disebut Batu Hobon (Peti Batu) karena Hobon artinya Peti.

Sudah tiga kali orang berusaha untuk membuka Batu Hobon ini namun ketiga-tiganya gagal, dan orang yang berusaha membuka itupun serta merta mendapat bala dan meninggal dunia.

Pertama :
Pada zaman penjajahan Belanda, ada seorang pejabat Pemerintah Belanda dari Pangururan, berusaha untuk membuka batu Hobon, dia berangkat membawa dinamit dan peralatan lain, serta beberapa orang personil. Pada saat mereka mempersiapkan alat-alat untuk meledakkan Batu Hobon itu dengan tiba-tiba datanglah hujan panas yang sangat lebat, disertai angin yang sangat kencang, serta petir dan guntur yang sambung menyambung, dan tiba-tiba mereka melihat ditempat itu ada ular yang sangat besar dan pada saat itu juga ada berkas cahaya (sinar) seperti tembakan sinar laser dari langit tepat keatas Batu Hobon itu, maka orang Belanda itu tiba-tiba pingsan, sehingga dia harus di tandu ke Pangururan, dan setelah sampai Pangururan dia pun meninggal dunia.

Kedua :
Pada masa pemberotakan PRRI, ada seorang tentara yang berusaha untuk membuka Batu Hobon ini, menembaki Batu Hobon itu dengan senapan, tetapi sampai habis persediaan pelurunya Batu Hobon itu tidak mengalami kerusakan apa-apa, bahkan si Tentara itu menjadi gila dan dia menjadi ketakutan dia berjalan sambil berputar-putar, serta menembaki sekelilingnya, walaupun peluru senapannya sudah kosong, dan tidak berapa lama, si Tentara itupun meninggal dunia.

Ketiga :
Pernah juga ada orang yang tinggalnya di daerah Sumatera Timur, berambisi untuk mengambil Harta Pusaka yang ada dalam Batu Hobon ini, sehingga mereka berangkat kesana dengan beberapa orang personil, membawa peralatan untuk membuka dan memecahkan batu. Mereka sempat membuka tutup lapisan yang paling atas, tetapi dengan tiba-tiba mereka melihat ular yang sangat besar di Batu Hobon itu sehingga mereka lari terbirit-birit dan gagallah usaha mereka untuk membuka Batu Hobon itu dan tidak berapa lama pimpinan rombongan itupun meninggal dunia dan anggota rombongan itupun banyak yang mendapat bala.

Tutup Batu Hobon yang terbuka itu, sempat mengundang keresahan bagi tokoh masyarakat Tapanuli Utara sehingga datanglah ratusan murid-murid Perguruan HKI dari Tarutung yang dipimpin oleh Bapak Mangantar Lumbantobing, untuk memasang kembali tutup Batu Hobon yang sempat terbuka itu. Pada mulanya tutup batu itu tidak dapat diangkat, walaupun telah ratusan orang sekaligus mengangkatnya, tetapi barulah setelah diadakan Upacara memohon restu penghuni alam yang ada di tempat itu yang dipimpin oleh salah seorang pengetua adat dari limbong, maka dengan mudah, tutup batu itu dapat diangkat dan dipasang kembali ketempat semula.

PUSUK BUHIT, GUNUNG LELUHUR BATAK





Konon Siboru Deak Parujar turun dari langit. Dia terpaksa meninggalkan kahyangan karena tidak suka dijodohkan dengan Siraja Odap-odap. Padahal mereka berdua sama-sama keturunan dewa. Dengan alat tenun dan benangnya, Siboru Deak Parujar yakin menemukan suatu tempat persembunyian di benua bawah. Alhasil, dia tetap terpaksa minta bantuan melalui burung-suruhan Sileang-leang Mandi agar Dewata Mulajadi Nabolon berkenan mengirimkan sekepul tanah untuk ditekuk dan dijadikan tempatnya berpijak. Namun sampai beberapa kali kepul tanah itu ditekuk-tekuk, tempat pijakan itu selalu diganggu oleh Naga Padoha Niaji. Raksasa ini sama jelek dan tertariknya dengan Siraja Odap-odap melihat kecantikan Siboru Deak Parujar. Akhirnya Siboru Deak Parujar mengambil siasat dengan makan sirih. Warna sirih Siboru Deak Parujar kemudian semakin menawan Naga Padoha Niaji. Dia mau tangannya diikat asal yang membuat merah bibir itu dapat dibagi kepadanya. Namun setelah kedua tangan berkenan diikat dengan tali pandan, Siboru Deak Parujar tidak memberikan sirih itu sama sekali dan membiarkan Naga Padoha Niaji meronta-ronta sampai lelah.

Bumi yang diciptakan oleh Siboru Deak Parujar terkadang harus diguncang gempa. Gempa itulah hasil perilaku Naga Padoha Niaji. Namun ketika guncangan itu mereda Siboru Deak Parujar mulai merasa kesepian dan mencari teman untuk bercengkerama. Tanpa diduga dan mengejutkan, diapun bertemu dengan Siraja Odap-Odap dan sepakat menjadi suami-istri yang melahirkan pasangan manusia pertama di bumi dengan nama Raja Ihat dan Itam Manisia. Pasangan manusia pertama inilah yang menurunkan Siraja Batak sebagai generasi keenam dan menjadi leluhur genealogis orang Batak.

Umumnya orang Batak percaya kalau Siraja Batak diturunkan langsung di Pusuk Buhit, sebuah bekas gunung vulkanis dekat Pangururan (ibukota Kabupaten Samosir). Siraja Batak kemudian membangun perkampungan di salah satu lembah gunung tersebut dengan nama Sianjur Mula-mula Sianjur Mula Tompa yang masih dapat dikunjungi sampai saat ini sebagai model perkampungan pertama. Letak perkampungan itu berada di garis lingkar Pusuk Buhit,. di lembah Sagala dan Limbong Mulana. Ada dua arah jalan daratan menuju Pusuk Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur) dan satu lagi dari dataran tinggi Tele.

Sebelum menaiki puncak Pusuk Buhit Anda perlu berkeliling lingkar jalan tersebut sambil menikmati pemandangan ke kawasan hijau lembah, bukit, dan arah Danau Toba. Celah di bagian lingkar Timur Pusuk Buhit juga ada air hangat yang mengandung belerang jika angin pegunungan Bukit Barisan ternyata membuat badan semakin dingin menjelang malam. Setelah itu Anda dapat meneruskan rencana mencapai puncak Pusuk Buhit lewat jalan dan petunjuk dari perkampungan itu. Ketinggian Pusuk Buhit mencapai 1077 meter dari permukaan danau. Semoga dari puncak Pusuk Buhit Anda merasa akan dapat mencapai langit waktu bintang-bintang berkedipan di angkasa sebelum matahari terbit.

Sianjur Mula-Mula

Sianjur Mula-Mula, Asal Muasal Suku Batak

Upacara ritual yang diselenggarakan Pomparan Guru Tatea Bulan di Pusuk Buhit Desa Limbong-Sagala Kecamatan Sianjur Mula-Mula, merupakan satu bentuk acara untuk mengenang kembali nenek moyang dulu. Kawasan Danau Toba dan Pulau Samosir yang konon tempat asal muasal orang Batak pertama dikisahkan lewat Sianjur Mula-Mula.

Sumatera Utara, kota ketiga terbesar di Indonesial dikenal sebagai daerah yang kaya akan seni dan budaya serta keindahan alamnya. Salah satu obyek wisata yang sangat terkenal adalah Danau Toba. Keindahan alam Danau Toba yang letaknya dikelilingi lima Kabupaten (Toba Samosir, Karo, Dairi, Simalungun dan Tapanuli Utara) sudah dikenal di seluruh dunia.

Keindahan alam bukan hanya milik Danau Toba, tapi juga Pulau Samosir yang berada ditengahnya. Namun tidak semua masyarakat mengenal secara mendalam potensi wisata yang ada di Pulau Samosir dan sekeliling Danau Toba. Selain keindahan alam, kawasan Danau Toba dan Pulau Samosir juga memiliki seni dan budaya yang bisa dijual hingga ke manca negara. Salah satu daerah yang banyak menyimpan cerita bersejarah adalah Pusuk Buhit, letaknya di Desa Limbong-Sagala Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Toba Samosir (sekitar 15 km dari Pangururan).

Pusuk Buhit dikenal sebagai daerah asal muasal seluruh suku Batak. Dan dari Pusuk Buhit inilah nenek moyang suku Batak menyebar ke delapan arah mata angin Purba, Anggoni, Dangsina, Nariti, Pastia, Mangadia, Utara, Irisanna atau dari Timur sampai Timur Laut (hingga ke seluruh dunia). Berada di kawasan Pusuk Buhit seakan berada di sebuah suasana dan tempat yang berbeda. Di lembah Pusuk Bihit (Puncak Bukit), ada satu tempat bernama Batu Hobon. Di Batu Hobon inilah seluruh keturunan (Pomparan) Ompu Guru Tatea Bulan seluruh Indonesia mengadakan upacara ritual yang ketiga kalinya.

Dikisahkan, Pusuk Buhit digambarkan sebagai tempat turunnya Si Raja Batak yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Kuasa ke dunia. Disanalah Si Raja Batak dan keluarganya memulai kehidupan. Dalam keluarganya Si Raja Batak mempunyai keturunan. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra yang dalam tarombo (silsilah) Batak anak laki-laki (putra), yang meneruskan garis leluhur, membawa marga. Ke dua putra si Raja Batak itu bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon.

Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putra dan lima orang putri. Ke lima putranya itu bernama Raja Uti (tidak memiliki keturunan), Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja. Dari keturunan merekalah asal muasal marga-marga Batak dan menyebar ke berbagai daerah.

"Kali ini yang menjadi tuan rumah adalah marga Pasaribu," kata salah seorang keturunan Guru Tatea Bulan, Amandus Pasaribu.

Asal mula dilaksanakannya acara ritual tersebut adalah atas perintah dari Ompung Guru Tatea Bulan yang datang lewat mimpi Amandus Pasaribu. Sebelum mendapatkan mimpi itu, ia pernah sakit hampir dua tahun lamanya. Berobat ke dokter, orang pandai dan pengobatan secara tradisional belum juga sembuh. Karena hampir putus asa, tiba-tiba dalam tidurnya ia bermimpi dan bertemu dengan Ompungnya. Upacara ritual salah satu permintaan leluhur untuk dilaksanakan setiap tahunnnya sampai tujuh kali. Karena ada satu rahasia yang akan disampaikan lewat upacara ritual tersebut. Tapi tidak tahu pada upacara ritual yang keberapa rahasia tersebut akan diungkapkan.

"Acara ritual yang diselenggarakan merupakan satu bentuk acara untuk mengenang kembali nenek moyang kita dulu. Pagi harinya akan ada upacara pemberian persembahan berupa makanan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Mulai dari jeruk purut, daun sirih, telur ayam kampung, ayam panggang, ikan jurung (ihan), nasi dan jenis makanan lain yang diminta oleh leluhur. Semuanya diletakkan diatas Batu Hobon," paparnya.

Malam hari, akan dipertunjukkan bagaimana nenek moyang kita dulu mengobatai secara massal dan meminta kepada Yang Maha Kuasa supaya yang diobati itu sembuh selama-lamanya (sembuh total) dari penyakitnya dan memperlihatkan bagaimana dekatnya dia kepada yang Maha Kuasa. Disitulah nanti gondangnya itu yang mati lampu. Sebelum acara itu dimulai, yang bergendang memanggil Ompung kita, yang setiap tahunnya dilaksanakan. Dan yang tahu jenis gondangnya hanya pargonsi (pemusik). Kalaupun Roh Ompung Guru Tatea Bulan datang tidak akan ada yang tahu tor-tor seperti apa yang muncul. Dalam acara yang berlangsung malam harinya tidak boleh ada cahaya buatan termasuk lampu blitz kamera untuk mendokumentasikan acara. Karena disitulah nilai spritualnya itu.

Visi dan misi Guru Tatea Bulan yang disampaikan kepada Amandus Pasaribu agar mengadakan acara itu sekali setahun sampai tujuh kali adalah; pertama, masih banyak cucu dari Guru Tatea Bulan yang tinggal di seluruh dunia ini belum mengenal secara langsung apa itu Sianjur Mula-Mula. Kedua, masih banyak cucu ompung ini yang tersebar diseluruh Nusantara bahkan di seluruh dunia belum mengenal Batu Hobon dan apa itu Batu Hobon sebenarnya. Ketiga, masih banyak cucu ompung ini belum mengenal satu sama lain. Dan yang keempat, supaya semua keturunan Guru Tatea bulan bisa bersatu.

"Setelah yang keempat ini dapat kita capai, barulah nanti semua sejarah yang berharga yang ada di Sianjur Mula-Mula akan terwujud dipugar sebagai barang pusaka orang Batak yang sangat berharga dan bersejarah. Karena masih banyak barang bersejarah yang belum ditemukan. Salah satu yang sudah ditemukan adalah Batu Hobon," papar Pasaribu.

Batu Hobon yang ada dilembah Pusuk Buhit ternyata menyimpan religius yang sangat berjuta-juta makna dan yang belum bisa dicerna orang apa sebetulnya di dalam, apa sebenarnya isisnya makanya sampai tujuh lapis. Dan yang tahu isinya hanya ompung Guru Tatea Bulan. Mungkin-mungkin pada upacara ketiga, keempat atau bahkan mungkin pada upacara ritual yang ketujuh baru diberi tahu apa rahasia yang tersimpan di dalam Batu Hobon tersebut.

Walaupun belakangan ini ada berbagai cerita yang mengatakan bahwa isi Batu Hobon adalah harta karun, uning-uningan (alat-alat musik), dan masih banyak lagi cerita dongeng yang tak pasti. Inilah nantinya yang akan diluruskan oleh ompung Guru Tatea Bulan.

Tahun ini, persiapan sudah dilakukan sejak jauh hari, mulai dari menghimpun dana. Demi suksesnya acara, salah seorang keturunan Guru Tatea Bulan dengan sukarela membangun jalan sepanjang Desa Limbong-Sagala menuju Batu Hobon, tempat dilaksnakannya upacara ritual.

Dana yang terhimpun juga ada yang bersumber dari sumbangan sukarela (pemberian dengan tulus hati) dari para orang-orang yang datang berobat ke rumah Amandus Pasaribu di Berastagi. Puluhan juta terkumpul dari orang-orang yang masih perduli dengan pelestarian seni dan kebudayaan suku Batak itu.

"Pada awalnya, kita mengalami kesulitan untuk menghimpun seluruh keturunan Guru Tatea Bulan. Tapi setelah upara ritual pertama dan kedua berlangsung dengan sukses, pada upacara ketiga kali ini sudah ribuan keturunan Guru Tatea Bulan yang hadir," tandas ayah dari lima anak ini.

Ia berharap dengan adanya acara ini, seluruh masyarakat suku Batak yang ada diseluruh dunia mengetahui asal muasalnya. Dan bisa menceritakan sejarah asal muasal orang Batak kepada anak-anak mereka kelak. Kawasan Sianjur Mula-Mula sebenarnya sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata budaya. Hanya saja pemerintah setempat belum serius menangani dan mengemas kawasan ini. Desa Limbong-Sagala Kecamatan Sianjur Mula-Mula yang dipercaya sebagai daerah asal muasal orang Batak kelak akan tersohor keseluruh dunia jika sarana dan prasarana yang mendukung pengembangannya bisa terlaksana.

Sabtu, 29 Mei 2010

Schones Deutschland

Aku harap bisa ke Jerman tahun ini.............emmmmmmmmmm bisa gak yach???
Tuhan......tolong dengar&kabulkan doaku yach..........