Selasa, 01 Juni 2010

Sianjur Mula-Mula

Sianjur Mula-Mula, Asal Muasal Suku Batak

Upacara ritual yang diselenggarakan Pomparan Guru Tatea Bulan di Pusuk Buhit Desa Limbong-Sagala Kecamatan Sianjur Mula-Mula, merupakan satu bentuk acara untuk mengenang kembali nenek moyang dulu. Kawasan Danau Toba dan Pulau Samosir yang konon tempat asal muasal orang Batak pertama dikisahkan lewat Sianjur Mula-Mula.

Sumatera Utara, kota ketiga terbesar di Indonesial dikenal sebagai daerah yang kaya akan seni dan budaya serta keindahan alamnya. Salah satu obyek wisata yang sangat terkenal adalah Danau Toba. Keindahan alam Danau Toba yang letaknya dikelilingi lima Kabupaten (Toba Samosir, Karo, Dairi, Simalungun dan Tapanuli Utara) sudah dikenal di seluruh dunia.

Keindahan alam bukan hanya milik Danau Toba, tapi juga Pulau Samosir yang berada ditengahnya. Namun tidak semua masyarakat mengenal secara mendalam potensi wisata yang ada di Pulau Samosir dan sekeliling Danau Toba. Selain keindahan alam, kawasan Danau Toba dan Pulau Samosir juga memiliki seni dan budaya yang bisa dijual hingga ke manca negara. Salah satu daerah yang banyak menyimpan cerita bersejarah adalah Pusuk Buhit, letaknya di Desa Limbong-Sagala Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Toba Samosir (sekitar 15 km dari Pangururan).

Pusuk Buhit dikenal sebagai daerah asal muasal seluruh suku Batak. Dan dari Pusuk Buhit inilah nenek moyang suku Batak menyebar ke delapan arah mata angin Purba, Anggoni, Dangsina, Nariti, Pastia, Mangadia, Utara, Irisanna atau dari Timur sampai Timur Laut (hingga ke seluruh dunia). Berada di kawasan Pusuk Buhit seakan berada di sebuah suasana dan tempat yang berbeda. Di lembah Pusuk Bihit (Puncak Bukit), ada satu tempat bernama Batu Hobon. Di Batu Hobon inilah seluruh keturunan (Pomparan) Ompu Guru Tatea Bulan seluruh Indonesia mengadakan upacara ritual yang ketiga kalinya.

Dikisahkan, Pusuk Buhit digambarkan sebagai tempat turunnya Si Raja Batak yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Kuasa ke dunia. Disanalah Si Raja Batak dan keluarganya memulai kehidupan. Dalam keluarganya Si Raja Batak mempunyai keturunan. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra yang dalam tarombo (silsilah) Batak anak laki-laki (putra), yang meneruskan garis leluhur, membawa marga. Ke dua putra si Raja Batak itu bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon.

Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putra dan lima orang putri. Ke lima putranya itu bernama Raja Uti (tidak memiliki keturunan), Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja. Dari keturunan merekalah asal muasal marga-marga Batak dan menyebar ke berbagai daerah.

"Kali ini yang menjadi tuan rumah adalah marga Pasaribu," kata salah seorang keturunan Guru Tatea Bulan, Amandus Pasaribu.

Asal mula dilaksanakannya acara ritual tersebut adalah atas perintah dari Ompung Guru Tatea Bulan yang datang lewat mimpi Amandus Pasaribu. Sebelum mendapatkan mimpi itu, ia pernah sakit hampir dua tahun lamanya. Berobat ke dokter, orang pandai dan pengobatan secara tradisional belum juga sembuh. Karena hampir putus asa, tiba-tiba dalam tidurnya ia bermimpi dan bertemu dengan Ompungnya. Upacara ritual salah satu permintaan leluhur untuk dilaksanakan setiap tahunnnya sampai tujuh kali. Karena ada satu rahasia yang akan disampaikan lewat upacara ritual tersebut. Tapi tidak tahu pada upacara ritual yang keberapa rahasia tersebut akan diungkapkan.

"Acara ritual yang diselenggarakan merupakan satu bentuk acara untuk mengenang kembali nenek moyang kita dulu. Pagi harinya akan ada upacara pemberian persembahan berupa makanan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Mulai dari jeruk purut, daun sirih, telur ayam kampung, ayam panggang, ikan jurung (ihan), nasi dan jenis makanan lain yang diminta oleh leluhur. Semuanya diletakkan diatas Batu Hobon," paparnya.

Malam hari, akan dipertunjukkan bagaimana nenek moyang kita dulu mengobatai secara massal dan meminta kepada Yang Maha Kuasa supaya yang diobati itu sembuh selama-lamanya (sembuh total) dari penyakitnya dan memperlihatkan bagaimana dekatnya dia kepada yang Maha Kuasa. Disitulah nanti gondangnya itu yang mati lampu. Sebelum acara itu dimulai, yang bergendang memanggil Ompung kita, yang setiap tahunnya dilaksanakan. Dan yang tahu jenis gondangnya hanya pargonsi (pemusik). Kalaupun Roh Ompung Guru Tatea Bulan datang tidak akan ada yang tahu tor-tor seperti apa yang muncul. Dalam acara yang berlangsung malam harinya tidak boleh ada cahaya buatan termasuk lampu blitz kamera untuk mendokumentasikan acara. Karena disitulah nilai spritualnya itu.

Visi dan misi Guru Tatea Bulan yang disampaikan kepada Amandus Pasaribu agar mengadakan acara itu sekali setahun sampai tujuh kali adalah; pertama, masih banyak cucu dari Guru Tatea Bulan yang tinggal di seluruh dunia ini belum mengenal secara langsung apa itu Sianjur Mula-Mula. Kedua, masih banyak cucu ompung ini yang tersebar diseluruh Nusantara bahkan di seluruh dunia belum mengenal Batu Hobon dan apa itu Batu Hobon sebenarnya. Ketiga, masih banyak cucu ompung ini belum mengenal satu sama lain. Dan yang keempat, supaya semua keturunan Guru Tatea bulan bisa bersatu.

"Setelah yang keempat ini dapat kita capai, barulah nanti semua sejarah yang berharga yang ada di Sianjur Mula-Mula akan terwujud dipugar sebagai barang pusaka orang Batak yang sangat berharga dan bersejarah. Karena masih banyak barang bersejarah yang belum ditemukan. Salah satu yang sudah ditemukan adalah Batu Hobon," papar Pasaribu.

Batu Hobon yang ada dilembah Pusuk Buhit ternyata menyimpan religius yang sangat berjuta-juta makna dan yang belum bisa dicerna orang apa sebetulnya di dalam, apa sebenarnya isisnya makanya sampai tujuh lapis. Dan yang tahu isinya hanya ompung Guru Tatea Bulan. Mungkin-mungkin pada upacara ketiga, keempat atau bahkan mungkin pada upacara ritual yang ketujuh baru diberi tahu apa rahasia yang tersimpan di dalam Batu Hobon tersebut.

Walaupun belakangan ini ada berbagai cerita yang mengatakan bahwa isi Batu Hobon adalah harta karun, uning-uningan (alat-alat musik), dan masih banyak lagi cerita dongeng yang tak pasti. Inilah nantinya yang akan diluruskan oleh ompung Guru Tatea Bulan.

Tahun ini, persiapan sudah dilakukan sejak jauh hari, mulai dari menghimpun dana. Demi suksesnya acara, salah seorang keturunan Guru Tatea Bulan dengan sukarela membangun jalan sepanjang Desa Limbong-Sagala menuju Batu Hobon, tempat dilaksnakannya upacara ritual.

Dana yang terhimpun juga ada yang bersumber dari sumbangan sukarela (pemberian dengan tulus hati) dari para orang-orang yang datang berobat ke rumah Amandus Pasaribu di Berastagi. Puluhan juta terkumpul dari orang-orang yang masih perduli dengan pelestarian seni dan kebudayaan suku Batak itu.

"Pada awalnya, kita mengalami kesulitan untuk menghimpun seluruh keturunan Guru Tatea Bulan. Tapi setelah upara ritual pertama dan kedua berlangsung dengan sukses, pada upacara ketiga kali ini sudah ribuan keturunan Guru Tatea Bulan yang hadir," tandas ayah dari lima anak ini.

Ia berharap dengan adanya acara ini, seluruh masyarakat suku Batak yang ada diseluruh dunia mengetahui asal muasalnya. Dan bisa menceritakan sejarah asal muasal orang Batak kepada anak-anak mereka kelak. Kawasan Sianjur Mula-Mula sebenarnya sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata budaya. Hanya saja pemerintah setempat belum serius menangani dan mengemas kawasan ini. Desa Limbong-Sagala Kecamatan Sianjur Mula-Mula yang dipercaya sebagai daerah asal muasal orang Batak kelak akan tersohor keseluruh dunia jika sarana dan prasarana yang mendukung pengembangannya bisa terlaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar